SHALAT
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Jika kita mendengar ISLAM, maka kita tidak asing lagi akan shalat. shalat berasal dari bahasa Arab yang artinya : do’a. Sedangkan menurut
istilah shalat bermakna serangkaian kegiatan ibadah khusus atau tertentu
yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan salam. Praktik
shalat harus sesuai dengan tata cara yang diajarkan Rasulullah SAW di
dalam haditsnya. Rasulullah SAW bersabda. Shalatlah kalian sesuai dengan apa yang kalian lihat aku mempraktikkannya. (HR Bukhari-Muslim).
Sejarah Shalat Dan Dalil-dalilnya Dalam Qur’an Dan Injil
Qs. 4 an-nisaa’ :103- 104
Hai orang-orang yang beriman, Ruku’ dan sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu ; Berbuatlah kebaikan, supaya kamu mendapatkan kemenangan – Qs. 22 al-hajj : 77
Istilah Sholat berasal dari kata kerja Shalaah (yang menyatakan suatu perbuatan) dan orang yang melakukannya disebut Mushallin, sementara pusat tempat melakukannya disebut Musholla.
Kecuali bagi orang yang mushollin (yang mengerjakan sholat)
– Qs. 70 al-Ma’arij : 22
Jadikanlah sebagian dari maqam Ibrahim itu musholla (tempat sholat)
– Qs. 2 al-Baqarah: 125
Sholat merupakan suatu perbuatan memuliakan Allah yang menjadi suatu tanda syukur kaum muslimin sebagai seorang hamba dengan gerakan dan bacaan yang telah diatur khusus oleh Nabi Muhammad Saw yang tidak boleh dirubah kecuali ada ketentuan-ketentuan yang memang memperbolehkannya
Perintah sholat sendiri sudah harus diperkenalkan sejak dini kepada generasi muda Islam agar kelak dikemudian hari mereka tidak lagi merasa canggung, malu atau malah tidak bisa melakukannya.
Dari Amer bin Syuaib dari ayahnya dari kakeknya, berkata :
Rasulullah Saw bersabda: ‘Perintahkanlah anak-anakmu mengerjakan sholat disaat mereka berumur 7 tahun dan pukullah mereka jika tidak mengerjakannya saat mereka berumur 10 tahun’
- Hadis Riwayat Ahmad dan abu daud
Perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan sholat ; dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya
– Qs. 20 thaahaa: 132
Dari Hadis kita mendapati bahwa mendirikan sholat sudah ditekankan mulai umur 7 tahun dan bila sampai usia 10 tahun belum juga melaksanakannya maka kita seyogyanya mulai diberi penegasan berupa pukulan sampai mereka mau mendirikannya. ; Tentu pukulan yang dimaksud disini tidak dengan tujuan menyakiti apalagi sampai pada tingkat penganiayaan, namun sekedar memberi pengajaran dan peringatan agar mau dan tidak malas untuk sholat. Bukankah secara paradoks siksa Allah jauh lebih keras dari sekedar pukulan yang kita berikan dalam rangka menyayangi anak-anak kita dan menghindarkan mereka dari azab Allah ?
Jagalah dirimu dari hari dimana seseorang tidak dapat membela orang lain walau sedikitpun dan hari tidak diterima permintaan maaf serta tidak ada tebusan baginya dan tidaklah mereka akan ditolong
Qs. 2 al-Baqarah : 48
Namun al-Quran juga disatu sisi tidak menjelaskan secara detil sejak kapan dan bagaimana teknis pelaksanaan Sholat yang diperintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Meski demikian al-Quran secara tegas menyatakan bahwa Sholat sudah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya, seperti perintah Sholat kepada Nabi Ibrahim dan anak cucunya, kepada Nabi Syu’aib, kepada Nabi Musa dan kepada Nabi Isa al-Masih. Pernyataan al-Qur’an tersebut dibenarkan oleh cerita-cerita yang ada dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang mengisahkan tata cara beribadah para Nabi sebelum Muhammad yaitu ada berdiri, ruku dan sujud yang jika dirangkai maka menjadi Sholat seperti Sholatnya umat Islam.
Segeralah Musa berlutut ke tanah, lalu sujud menyembah
Perjanjian Lama – Kitab Keluaran 34:8
Masuklah, marilah kita sujud menyembah,
berlutut di hadapan TUHAN yang menjadikan kita.
Perjanjian Lama – Kitab Mazmur 95:6
Lalu sujudlah Yosua dengan mukanya ke tanah, menyembah
Perjanjian Lama – Kitab Yosua 5:14
Tetapi Elia naik ke puncak gunung Karmel, lalu ia membungkuk ke tanah,
dengan mukanya di antara kedua lututnya
Perjanjian Lama – Kitab I Raja-raja 18:42
Maka pergilah Musa dan Harun dari umat itu ke pintu Kemah Pertemuan,
lalu sujud. Kemudian tampaklah kemuliaan TUHAN kepada mereka.
Perjanjian Lama – Kitab Bilangan 20:6
Kemudian ia menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya
lalu ia berlutut dan berdoa – Perjanjian Baru – Injil Lukas 22:41
Ia maju sedikit, merebahkan diri ke tanah dan berdoa
- Perjanjian Baru – Injil Markus 14:35
Dari kenyataan ini, maka jelas bagi umat Islam bahwa Sholat sudah menjadi suatu tradisi dan ajaran yang baku bagi semua Nabi dan Rasul Allah sepanjang jaman, sebagaimana firman-Nya :
Sebagai ketentuan Allah yang telah berlaku sejak dahulu, Kamu sekalipun tidak akan menemukan perubahan Bagi ketentuan ALLAH itu
- Qs. 48 al-fath: 23
Kisah perjalanan Nabi Muhammad mengarungi angkasa raya yang disebut dengan istilah Isra’ dan Mi’raj yang menceritakan awal diperintahkannya Sholat kepada Nabi Muhammad sebagaimana terdapat dalam beberapa hadis yang dianggap shahih atau valid oleh sejumlah ulama secara logika justru mengandung banyak ketidaksesuaian dengan fakta sejarah dan ayat-ayat al-Quran sendiri.
Menurut hadis, Isra’ dan Mi’raj terjadi sewaktu Khadijah, istri pertama Rasulullah wafat, dimana peristiwa ini justru menjadi salah satu hiburan bagi Nabi yang baru ditinggalkan oleh sang istri tercinta dan juga paman beliau, Abu Thalib dimana tahun ini disebut dengan tahun duka cita atau aamul ilzan
Sementara sejarah juga mengatakan bahwa jauh sebelum terjadinya Isra’ dan Mi’raj, Nabi Muhammad dipercaya telah melakukan Sholat berjemaah dengan Khadijjah sebagaimana yang pernah dilihat dan ditanyakan oleh Ali bin abu Thalib yang kala itu masih remaja.
Logikanya perintah Sholat telah diterima oleh Nabi Muhammad bukan saat beliau Isra’ dan Mi’raj namun jauh sebelum itu, apalagi secara obyektif ayat al-Qur’an yang menceritakan mengenai peristiwa Mi’raj sama sekali tidak menyinggung tentang adanya pemberian perintah Sholat kepada Nabi. ; Pada kedua surah tersebut hanya menekankan cerita perjalanan Nabi tersebut dalam rangka menunjukkan sebagian dari kebesaran Allah dialam semesta sekaligus merupakan kali kedua bagi Nabi melihat wujud asli dari malaikat Jibril setelah sebelumnya pernah beliau saksikan saat pertama mendapat wahyu di gua Hira.
Selain itu, diluar hadis Isra’ dan Mi’raj yang menggambarkan Nabi memperoleh perintah Sholat pada peristiwa tersebut, Imam Muslim dalam musnadnya ada meriwayatkan sebuah hadis lain yang sama sekali tidak berhubungan dengan cerita Mi’raj namun disana menjelaskan bagaimana Nabi mempelajari Sholat dari malaikat Jibril.
Dari Abu Mas’ud r.a. katanya : Rasulullah Saw bersabda : turun Jibril, lalu dia menjadi imam bagiku Dan aku sholat bersamanya, kemudian aku sholat bersamanya, lalu aku sholat bersamanya dan aku sholat bersamanya dan aku sholat bersamanya Nabi menghitung dengan lima anak jarinya – Hadis Riwayat Muslim
Jika demikian adanya, bagaimana dengan kebenaran hadis yang dipercaya oleh banyak orang bahwa perintah Sholat baru diperoleh Nabi sewaktu isra’ dan mi’raj ?
Mungkin kedengarannya ekstrim, tetapi meragukan atau malah menolak keabsahan validitas hadis-hadis tersebut bukanlah perbuatan yang tercela apalagi berdosa, dalam hal ini kita tidak menolak dengan tanpa dasar yang jelas, para perawi hadis tetaplah manusia biasa seperti kita adanya, mereka juga bisa salah baik disengaja apalagi yang tanpa mereka sengaja atau sadari, adalah kewajiban kita untuk melakukan koreksi jika mendapatkan kesalahan pada riwayat hadis yang mereka lakukan tentunya dengan tetap menjaga kehormatannya dan berharap semoga Allah mengampuni kesalahannya.
Beberapa kejanggalan variasi cerita Isra’ dan Mi’raj diantaranya sebut saja kisah Nabi Muhammad dan Buraq ketika berhenti di Baitul maqdis dan melakukan sholat berjemaah didalam masjidil aqsha bersama arwah para Nabi sebelumnya, padahal sejarah mencatat bahwa masjid al-aqsha baru dibangun pada masa pemerintahan Khalifah umar bin khatab tahun 637 masehi saat penyerbuannya ke Palestina yang mana notabene saat itu Nabi Muhammad sendiri sudah cukup lama wafat, beliau wafat tahun 632 masehi.
Cerita sholatnya Nabi Muhammad dan para arwah inipun patut mengundang pertanyaan, sebab Nabi sudah melakukan sholat (menurut hadis itu malah raka’atnya berjumlah 2) sehingga pernyataan Nabi menerima perintah Sholat saat Mi’raj sudah bertentangan padahal kisah ini terjadi detik-detik sebelum mi’raj itu sendiri.
Belum lagi cerita sholatnya para arwah Nabi pun rasanya tidak bisa kita terima dengan akal yang logis, masa kehidupan mereka telah berakhir sebelum kelahiran Nabi Muhammad dan mereka sendiri sudah menunaikan kewajiban masing-masing selaku Rasul Allah kepada umatnya, perlu apa lagi mereka yang jasadnya sudah terkubur didalam tanah itu melakukan sholat ?
Setelah selesai sholat berjemaah, lalu satu persatu para arwah Nabi dan Rasul itu memberi kata sambutannya … sungguh suatu hal yang terlalu mengada-ada, karena jumlah mereka ada ribuan yang berasal dari berbagai daerah dibelahan dunia ini, baik yang namanya tercantum dalam al-Quran ataupun tidak[10], berapa lama waktu yang habis diperlukan untuk mengadakan kata sambutan masing-masing para arwah ini ?
Jika dimaksudkan agar semua Nabi dan Rasul itu bertemu dan bersaksi mengenai kebenaran Muhammad, ini dibantah oleh al-Quran sendiri yang menyatakan bahwa pada masa kehidupan mereka dan pengangkatan mereka selaku Nabi dan Rasul, Allah telah mengambil perjanjian dari mereka mengenai akan datangnya seorang Rasul yang membenarkan ajaran mereka sebelumnya lalu terdapat perintah tersirat agar mereka menyampaikan kepada umatnya masing-masing :
Dan ketika Allah mengambil perjanjian terhadap para Nabi :
‘Jika datang kepadamu Kitab dan Hikmah, lalu datang kepada kamu seorang Rasul yang membenarkan apa-apa yang ada tentang diri kamu, hendaklah kamu imani ia secara sebenarnya.’ ; Dia bertanya : ‘Sudahkah kalian menyanggupi dan menerima perjanjian-Ku tersebut ?’ ; Mereka menjawab : ‘Kami menyanggupinya !’ ; Dia berkata : ‘Saksikanlah ! dan Aku bersama kamu adalah dari golongan mereka yang menyaksikan !’
- Qs. 3 ali imron: 81
Puncak kemustahilan cerita dari hadis-hadis mi’raj adalah saat Nabi Muhammad diberitakan telah bolak balik dari Allah ke arwah Nabi Musa untuk penawaran jumlah sholat yang semula 50 kali menjadi 5 kali dalam sehari semalam, apakah sedemikian lalainya Nabi Muhammad itu sehingga dia harus diberi saran berkali-kali oleh arwah Nabi Musa agar mau meminta keringanan kepada ALLAH sampai 9 kali pulang pergi ?
Tidakkah kekurang ajaran arwah Nabi Musa dalam cerita tersebut dengan menganggap Allah juga tidak mengerti akan kelemahan dan keterbatasan umat Nabi Muhammad sebab tanpa dipikir dulu telah memberi beban kewajiban yang pasti tidak mampu dikerjakan oleh mereka sehingga arwah Nabi Musa itu harus turut campur memberi peringatan kepada Allah dan Nabi Muhammad lebih dari sekali saja sebagai suatu indikasi israiliyat (hadis buatan orang-orang Israel atau Yahudi yang sengaja dibuat untuk tetap memuliakan Nabi Musa diatas yang lain) ?
Apakah hadis-hadis yang demikian ini masih akan diterima dan dipertahankan hanya untuk mempertahankan dalil turunnya perintah Sholat, sementara al-Qur’an sendiri yang nilai kebenarannya sangat pasti justru tidak berbicara apa-apa tentang hal tersebut ?
Tidak diragukan bahwa Nabi Muhammad pernah melakukan Isra’ dan Mi’raj karena hal ini ada didalam al-Quran dan bisa dianalisa secara ilmiah, tidak perlu diragukan pula bahwa Sholat merupakan salah satu kewajiban utama seorang muslim sebab inipun banyak sekali ayatnya didalam al-Quran dan hadis-hadis lain, bahkan sholat merupakan tradisi yang diwariskan oleh semua Nabi dan Rasul dalam semua jamannya. Hanya saja itu tidak berarti kaum muslimin bisa menerima semua riwayat hadis yang isinya secara jelas mempunyai pertentangan dengan al-Quran dan logika, sehingga akhirnya hanya akan menyerahkan akal pada kebodohan berpikir, padahal Allah sendiri mewajibkan manusia untuk berpikir dan berdzikir didalam membaca ayat-ayat-Nya.
Sejarah Solat 5 Waktu
Nabi Muhammad SAW merupakan nabi terakhir yang diutuskan oleh Allah SWT untuk membimbing manusia ke arah jalan kebenaran. Tidak seperti umat nabi-nabi yang lain, umat nabi Muhammad telah diperintahkan untuk mengerjakan solat 5 waktu setiap hari. Ini merupakan kelebihan dan anugerah Allah SWT terhadap umat nabi Muhammad dimana solat tersebut akan memberikan perlindungan ketika di hari pembalasan kelak. Berikut diterangkan asal-usul bagaimana setiap solat mula dikerjakan.
Subuh:
Manusia pertama yang mengerjakan solat subuh ialah Nabi Adam a.s. iaitu ketika baginda keluar dari syurga lalu diturunkan ke bumi. Perkara pertama yang dilihatnya ialah kegelapan dan baginda berasa takut yang amat sangat. Apabila fajar subuh telah keluar, Nabi Adam a.s. pun bersembahyang dua rakaat.
Rakaat pertama: Tanda bersyukur kerana baginda terlepas dari kegelapan malam.
Rakaat kedua: Tanda bersyukur kerana siang telah menjelma.
Zohor:
Manusia pertama yang mengerjakan solat Zohor ialah Nabi Ibrahim a.s. iaitu tatkala Allah SWT telah memerintahkan padanya agar menyembelih anaknya Nabi Ismail a.s.. Seruan itu datang pada waktu tergelincir matahari, lalu sujudlah Nabi Ibrahim sebanyak empat rakaat.
Rakaat pertama: Tanda bersyukur bagi penebusan.
Rakaat kedua: Tanda bersyukur kerana dibukakan dukacitanya dan juga anaknya.
Rakaat ketiga: Tanda bersyukur dan memohon akan keredhaan Allah SWT.
Rakaat keempat: Tanda bersyukur kerana korbannya digantikan dengan tebusan kibas.
Asar:
Manusia pertama yang mengerjakan solat Asar ialah Nabi Yunus a.s. tatkala baginda dikeluarkan oleh Allah SWT dari perut ikan Nun. Ikan Nun telah memuntahkan Nabi Yunus di tepi pantai, sedang ketika itu telah masuk waktu Asar. Maka bersyukurlah Nabi Yunus lalu bersembahyang empat rakaat kerana baginda telah diselamatkan oleh Allah SWT daripada 4 kegelapan iaitu:
Rakaat pertama: Kelam dengan kesalahan.
Rakaat kedua: Kelam dengan air laut.
Rakaat ketiga: Kelam dengan malam.
Rakaat keempat: Kelam dengan perut ikan Nun.
Maghrib:
Manusia pertama yang mengerjakan solat Maghrib ialah Nabi Isa a.s. iaitu ketika baginda dikeluarkan oleh Allah SWT dari kejahilan dan kebodohan kaumnya, sedang waktu itu telah terbenamnya matahari. Bersyukur Nabi Isa, lalu bersembahyang tiga rakaat kerana diselamatkan dari kejahilan tersebut iaitu:
Rakaat pertama: Untuk menafikan ketuhanan selain daripada Allah yang Maha Esa.
Rakaat kedua: Untuk menafikan tuduhan dan juga tohmahan ke atas ibunya Siti Mariam yang telah dituduh melakukan perbuatan sumbang.
Rakaat ketiga: Untuk meyakinkan kaumnya bahawa Tuhan itu hanya satu iaitu Allah SWT semata-mata, tiada dua atau tiganya.
Isyak:
Manusia pertama yang mengerjakan solat Isyak ialah Nabi Musa a.s.. Pada ketika itu, Nabi Musa telah tersesat mencari jalan keluar dari negeri Madyan, sedang dalam dadanya penuh dengan perasaan dukacita. Allah SWT menghilangkan semua perasaan dukacitanya itu pada waktu Isyak yang akhir. Lalu sembahyanglah Nabi Musa empat rakaat sebagai tanda bersyukur.
Rakaat pertama: Tanda dukacita terhadap isterinya.
Rakaat kedua: Tanda dukacita terhadap saudaranya Nabi Harun.
Rakaat ketiga: Tanda dukacita terhadap Firaun.
Rakaat keempat: Tanda dukacita terhadap anak Firaun
RUKUN SHOLAT DAN DALILNYA
Rukun-Rukun Shalat
Rukun-rukun shalat ada empat belas: 1. Berdiri bagi yang mampu, 2. Takbiiratul-Ihraam, 3. Membaca Al-Fatihah, 4. Ruku', 5. I'tidal setelah ruku', 6. Sujud dengan anggota tubuh yang tujuh, 7. Bangkit darinya, 8. Duduk di antara dua sujud, 9. Thuma'ninah (Tenang) dalam semua amalan, 10. Tertib rukun-rukunnya, 11. Tasyahhud Akhir, 12. Duduk untuk Tahiyyat Akhir, 13. Shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, 14. Salam dua kali.
Penjelasan Empat Belas Rukun Shalat
Rukun-rukun shalat ada empat belas: 1. Berdiri bagi yang mampu, 2. Takbiiratul-Ihraam, 3. Membaca Al-Fatihah, 4. Ruku', 5. I'tidal setelah ruku', 6. Sujud dengan anggota tubuh yang tujuh, 7. Bangkit darinya, 8. Duduk di antara dua sujud, 9. Thuma'ninah (Tenang) dalam semua amalan, 10. Tertib rukun-rukunnya, 11. Tasyahhud Akhir, 12. Duduk untuk Tahiyyat Akhir, 13. Shalawat untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, 14. Salam dua kali.
Penjelasan Empat Belas Rukun Shalat
1. Berdiri tegak pada shalat fardhu bagi yang mampu
Dalilnya firman Allah 'azza wa jalla, "Jagalah shalat-shalat dan shalat wustha (shalat 'Ashar), serta berdirilah untuk Allah 'azza wa jalla dengan khusyu'." (Al-Baqarah:238)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Shalatlah dengan berdiri..." (HR. Al-Bukhary)
Dalilnya firman Allah 'azza wa jalla, "Jagalah shalat-shalat dan shalat wustha (shalat 'Ashar), serta berdirilah untuk Allah 'azza wa jalla dengan khusyu'." (Al-Baqarah:238)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Shalatlah dengan berdiri..." (HR. Al-Bukhary)
2. Takbiiratul-ihraam, yaitu ucapan: 'Allahu Akbar', tidak
boleh dengan ucapan lain
Dalilnya hadits, "Pembukaan (dimulainya) shalat dengan takbir dan penutupnya dengan salam." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)
Juga hadits tentang orang yang salah shalatnya, "Jika kamu telah berdiri untuk shalat maka bertakbirlah." (Idem)
Dalilnya hadits, "Pembukaan (dimulainya) shalat dengan takbir dan penutupnya dengan salam." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)
Juga hadits tentang orang yang salah shalatnya, "Jika kamu telah berdiri untuk shalat maka bertakbirlah." (Idem)
3. Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah adalah rukun pada tiap raka'at, sebagaimana dalam hadits,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.
"Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah." (Muttafaqun 'alaih)
Membaca Al-Fatihah adalah rukun pada tiap raka'at, sebagaimana dalam hadits,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ.
"Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah." (Muttafaqun 'alaih)
4. Ruku'
5. I'tidal (Berdiri tegak) setelah ruku'
6. Sujud dengan tujuh anggota tubuh
7. Bangkit darinya
8. Duduk di antara dua sujud
Dalil dari rukun-rukun ini adalah firman Allah 'azza wa jalla, "Wahai orang-orang yang beriman ruku'lah dan sujudlah." (Al-Hajj:77)
Sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, "Saya telah diperintahkan untuk sujud dengan tujuh sendi." (Muttafaqun 'alaih)
Dalil dari rukun-rukun ini adalah firman Allah 'azza wa jalla, "Wahai orang-orang yang beriman ruku'lah dan sujudlah." (Al-Hajj:77)
Sabda Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, "Saya telah diperintahkan untuk sujud dengan tujuh sendi." (Muttafaqun 'alaih)
9. Thuma'ninah dalam semua amalan
10. Tertib antara tiap rukun
Dalil rukun-rukun ini adalah hadits musii` (orang yang salah shalatnya),
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk mesjid, lalu seseorang masuk dan melakukan shalat lalu ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: 'Kembali! Ulangi shalatmu! Karena kamu belum shalat (dengan benar)!, ... Orang itu melakukan lagi seperti shalatnya yang tadi, lalu ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: 'Kembali! Ulangi shalatmu!t Karena kamu belum shalat (dengan benar)!, ... sampai ia melakukannya tiga kali, lalu ia berkata: 'Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran sebagai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, saya tidak sanggup melakukan yang lebih baik dari ini maka ajarilah saya!' Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: 'Jika kamu berdiri hendak melakukan shalat, takbirlah, baca apa yang mudah (yang kamu hafal) dari Al-Qur`an, kemudian ruku'lah hingga kamu tenang dalam ruku', lalu bangkit hingga kamu tegak berdiri, sujudlah hingga kamu tenang dalam sujud, bangkitlah hingga kamu tenang dalam duduk, lalu lakukanlah hal itu pada semua shalatmu." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)
Dalil rukun-rukun ini adalah hadits musii` (orang yang salah shalatnya),
"Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk mesjid, lalu seseorang masuk dan melakukan shalat lalu ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: 'Kembali! Ulangi shalatmu! Karena kamu belum shalat (dengan benar)!, ... Orang itu melakukan lagi seperti shalatnya yang tadi, lalu ia datang memberi salam kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab salamnya dan bersabda: 'Kembali! Ulangi shalatmu!t Karena kamu belum shalat (dengan benar)!, ... sampai ia melakukannya tiga kali, lalu ia berkata: 'Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran sebagai Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, saya tidak sanggup melakukan yang lebih baik dari ini maka ajarilah saya!' Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepadanya: 'Jika kamu berdiri hendak melakukan shalat, takbirlah, baca apa yang mudah (yang kamu hafal) dari Al-Qur`an, kemudian ruku'lah hingga kamu tenang dalam ruku', lalu bangkit hingga kamu tegak berdiri, sujudlah hingga kamu tenang dalam sujud, bangkitlah hingga kamu tenang dalam duduk, lalu lakukanlah hal itu pada semua shalatmu." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Al-Hakim)
11. Tasyahhud Akhir
Tasyahhud akhir termasuk rukun shalat sesuai hadits dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Tadinya, sebelum diwajibkan tasyahhud atas kami, kami mengucapkan: 'Assalaamu 'alallaahi min 'ibaadih, assalaamu 'alaa Jibriil wa Miikaa`iil (Keselamatan atas Allah 'azza wa jalla dari para hamba-Nya dan keselamatan atas Jibril 'alaihis salam dan Mikail 'alaihis salam)', maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
Tasyahhud akhir termasuk rukun shalat sesuai hadits dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu, ia berkata, "Tadinya, sebelum diwajibkan tasyahhud atas kami, kami mengucapkan: 'Assalaamu 'alallaahi min 'ibaadih, assalaamu 'alaa Jibriil wa Miikaa`iil (Keselamatan atas Allah 'azza wa jalla dari para hamba-Nya dan keselamatan atas Jibril 'alaihis salam dan Mikail 'alaihis salam)', maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Jangan kalian mengatakan, 'Assalaamu 'alallaahi min
'ibaadih (Keselamatan atas Allah 'azza wa jalla dari para hamba-Nya)', sebab
sesungguhnya Allah 'azza wa jalla Dialah As-Salam (Dzat Yang Memberi
Keselamatan) akan tetapi katakanlah, 'Segala penghormatan bagi Allah, shalawat,
dan kebaikan', ..." Lalu beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan
hadits keseluruhannya. Lafazh tasyahhud bisa dilihat dalam kitab-kitab yang
membahas tentang shalat seperti kitab Shifatu Shalaatin Nabiy, karya Asy-Syaikh
Al-Albaniy dan kitab yang lainnya.
12. Duduk Tasyahhud Akhir
Sesuai sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam,
"Jika seseorang dari kalian duduk dalam shalat maka hendaklah ia
mengucapkan At-Tahiyyat." (Muttafaqun 'alaih)
13. Shalawat atas Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Jika seseorang dari kalian shalat... (hingga ucapannya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam) lalu hendaklah ia bershalawat atas Nabi."
Pada lafazh yang lain, "Hendaklah ia bershalawat atas Nabi lalu berdoa." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, "Jika seseorang dari kalian shalat... (hingga ucapannya beliau shallallahu 'alaihi wa sallam) lalu hendaklah ia bershalawat atas Nabi."
Pada lafazh yang lain, "Hendaklah ia bershalawat atas Nabi lalu berdoa." (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
14. Dua Kali Salam
Sesuai sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "... dan penutupnya (shalat) ialah salam."
Inilah penjelasan tentang syarat-syarat dan rukun-rukun shalat yang harus diperhatikan dan dipenuhi dalam setiap melakukan shalat karena kalau meninggalkan salah satu rukun shalat baik dengan sengaja atau pun lupa maka shalatny
Sesuai sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "... dan penutupnya (shalat) ialah salam."
Inilah penjelasan tentang syarat-syarat dan rukun-rukun shalat yang harus diperhatikan dan dipenuhi dalam setiap melakukan shalat karena kalau meninggalkan salah satu rukun shalat baik dengan sengaja atau pun lupa maka shalatny
Rukun-Rukun Shalat
Yang dimaksud dengan rukun shalat adalah setiap perkataan atau perbuatan yang akan membentuk hakikat shalat. Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka shalat pun tidak teranggap secara syar’i dan juga tidak bisa diganti dengan sujud sahwi.Meninggalkan rukun shalat ada dua bentuk.
Pertama: Meninggalkannya dengan sengaja. Dalam kondisi seperti ini shalatnya batal dan tidak sah dengan kesepakatan para ulama.
Kedua: Meninggalkannya karena lupa atau tidak tahu. Di sini ada tiga rincian,
1. Jika mampu untuk mendapati rukun tersebut lagi, maka wajib untuk melakukannya kembali. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama.
2. Jika tidak mampu mendapatinya lagi, maka shalatnya batal menurut ulama-ulama Hanafiyah. Sedangkan jumhur ulama (mayoritas ulama) berpendapat bahwa raka’at yang ketinggalan rukun tadi menjadi hilang.
3. Jika yang ditinggalkan adalah takbiratul ihram, maka shalatnya harus diulangi dari awal lagi karena ia tidak memasuki shalat dengan benar.
Rukun pertama: Berdiri bagi yang mampu
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ
تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
“Shalatlah dalam keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah dalam
keadaan duduk. Jika tidak mampu lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping.”[1]Rukun kedua: Takbiratul ihram
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ
وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Pembuka shalat adalah thoharoh (bersuci). Yang mengharamkan dari hal-hal
di luar shalat adalah ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali
adalah ucapan salam. ”[2]Yang dimaksud dengan rukun shalat adalah ucapan takbir “Allahu Akbar”. Ucapan takbir ini tidak bisa digantikan dengan ucapakan selainnya walaupun semakna.
Rukun ketiga: Membaca Al Fatihah di Setiap Raka’at
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ
بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak ada shalat (artinya tidak sah) orang yang tidak membaca Al
Fatihah.”[3]Rukun keempat dan kelima: Ruku’ dan thuma’ninah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada orang yang jelek shalatnya (sampai ia disuruh mengulangi shalatnya beberapa kali karena tidak memenuhi rukun),
ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ
رَاكِعًا
“Kemudian ruku’lah dan thuma’ninahlah ketika ruku’.”[4]Keadaan minimal dalam ruku’ adalah membungkukkan badan dan tangan berada di lutut.
Sedangkan yang dimaksudkan thuma’ninah adalah keadaan tenang di mana setiap persendian juga ikut tenang. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada orang yang jelek shalatnya sehingga ia pun disuruh untuk mengulangi shalatnya, beliau bersabda,
لاَ تَتِمُّ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ حَتَّى
يُسْبِغَ … ثُمَّ يُكَبِّرُ فَيَرْكَعُ فَيَضَعُ كَفَّيْهِ عَلَى
رُكْبَتَيْهِ حَتَّى تَطْمَئِنَّ مَفَاصِلُهُ وَتَسْتَرْخِىَ
“Shalat tidaklah sempurna sampai salah seorang di antara kalian
menyempurnakan wudhu, … kemudian bertakbir, lalu melakukan ruku’ dengan
meletakkan telapak tangan di lutut sampai persendian yang ada dalam keadaan
thuma’ninah dan tenang.”[5]Ada pula ulama yang mengatakan bahwa thuma’ninah adalah sekadar membaca dzikir yang wajib dalam ruku’.
Rukun keenam dan ketujuh: I’tidal setelah ruku’ dan thuma’ninah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada orang yang jelek shalatnya,
ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ
قَائِمًا
“Kemudian tegakkanlah badan (i’tidal) dan thuma’ninalah.”[6]Rukun kedelapan dan kesembilan: Sujud dan thuma’ninah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan pada orang yang jelek shalatnya,
ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ
سَاجِدًا
“Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah ketika sujud.”[7]Hendaklah sujud dilakukan pada tujuh bagian anggota badan: [1,2] Telapak tangan kanan dan kiri, [3,4] Lutut kanan dan kiri, [5,6] Ujung kaki kanan dan kiri, dan [7] Dahi sekaligus dengan hidung.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ
أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ
، وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ
“Aku diperintahkan bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: [1]
Dahi (termasuk juga hidung, beliau mengisyaratkan dengan tangannya), [2,3]
telapak tangan kanan dan kiri, [4,5] lutut kanan dan kiri, dan [6,7] ujung kaki
kanan dan kiri. ”Rukun kesepuluh dan kesebelas: Duduk di antara dua sujud dan thuma’ninah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ
سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى
تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
“Kemudian sujudlah dan thuma’ninalah ketika sujud. Lalu bangkitlah dari
sujud dan thuma’ninalah ketika duduk. Kemudian sujudlah kembali dan
thuma’ninalah ketika sujud.”[8]Rukun keduabelas dan ketigabelas: Tasyahud akhir dan duduk tasyahud
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِذَا قَعَدَ أَحَدُكُمْ فِى
الصَّلاَةِ فَلْيَقُلِ التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ …
“Jika salah seorang antara kalian duduk (tasyahud) dalam shalat, maka
ucapkanlah “at tahiyatu lillah …”.”[9]Bacaan tasyahud:
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ
وَالطَّيِّبَاتُ ، السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ
وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ،
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُولُهُ
“At tahiyaatu lillah wash sholaatu wath thoyyibaat. Assalaamu ‘alaika
ayyuhan nabiyyu wa rohmatullahi wa barokaatuh. Assalaamu ‘alaina wa ‘ala
‘ibadillahish sholihiin. Asy-hadu an laa ilaha illallah, wa asy-hadu anna
muhammadan ‘abduhu wa rosuluh.” (Segala ucapan penghormatan hanyalah milik
Allah, begitu juga segala shalat
dan amal shalih. Semoga kesejahteraan tercurah kepadamu, wahai Nabi, begitu
juga rahmat Allah dengan segenap karunia-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan
kepada kami dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya) [10]Apakah bacaan tasyahud “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi” perlu diganti dengan bacaan “assalaamu ‘alan nabi”?
Al Lajnah Ad Da-imah (Komisi Fatwa di Saudi Arabia) pernah ditanya,
“Dalam tasyahud apakah seseorang membaca bacaan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi” atau bacaan “assalamu ‘alan nabi”? ‘Abdullah bin Mas’ud pernah mengatakan bahwa para sahabat dulunya sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, mereka mengucapkan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi”. Namun setelah beliau wafat, para sahabat pun mengucapkan “assalamu ‘alan nabi”.
Jawab:
Yang lebih tepat, seseorang ketika tasyahud dalam shalat mengucapkan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi wa rohmatullahi wa barokatuh”. Alasannya, inilah yang lebih benar yang berasal dari berbagai hadits. Adapun riwayat Ibnu Mas’ud mengenai bacaan tasyahud yang mesti diganti setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat –jika memang itu benar riwayat yang shahih-, maka itu hanyalah hasil ijtihad Ibnu Mas’ud dan tidak bertentangan dengan hadits-hadits shahih yang ada. Seandainya ada perbedaan hukum bacaan antara sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan setelah beliau wafat, maka pasti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang akan menjelaskannya pada para sahabat.
(Yang menandatangani fatwa ini adalah Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz sebagai Ketua, Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai Wakil Ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud dan ‘Abdullah bin Ghodyan sebagai anggota)[11]
Rukun keempatbelas: Shalawat kepada Nabi setelah mengucapkan tasyahud akhir[12]
Dalilnya adalah hadits Fudholah bin ‘Ubaid Al Anshoriy. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendengar seseorang yang berdo’a dalam shalatnya tanpa menyanjung Allah dan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau mengatakan, “Begitu cepatnya ini.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendo’akan orang tadi, lalu berkata padanya dan lainnya,
إذا صلى أحدكم فليبدأ بتمجيد الله والثناء
عليه ثم يصلي على النبي صلى الله عليه وسلم ثم يدعو بعد بما شاء
“Jika salah seorang di antara kalian hendak shalat, maka mulailah dengan
menyanjung dan memuji Allah, lalu bershalawatlah kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, lalu berdo’a setelah itu semau kalian.”[13]Bacaan shalawat yang paling bagus adalah sebagai berikut.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ
حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ،
كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
“Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa shollaita
‘ala Ibroohim wa ‘ala aali Ibrohim, innaka hamidun majiid. Allahumma baarik
‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa barrokta ‘ala Ibrohim wa ‘ala aali
Ibrohimm innaka hamidun majiid.”[14]Rukun kelimabelas: Salam
Dalilnya hadits yang telah disebutkan di muka,
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ
وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Yang mengharamkan dari hal-hal di luar shalat adalah ucapan takbir.
Sedangkan yang menghalalkannya kembali adalah ucapan salam. ”[15]Yang termasuk dalam rukun di sini adalah salam yang pertama. Inilah pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan mayoritas ‘ulama.
Model salam ada empat:
1. Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”.
2. Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah wa barokatuh”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”.
3. Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum”.
4. Salam sekali ke kanan “Assalamu’laikum”.[16]
Rukun keenambelas: Urut dalam rukun-rukun yang ada
Alasannya karena dalam hadits orang yang jelek shalatnya, digunakan
Alasannya karena dalam hadits orang yang jelek shalatnya, digunakan kata “tsumma“ dalam setiap rukun. Dan “tsumma” bermakna urutan.
Adapun
syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1. Islam; Maka tidak sah shalat yang
dilakukan oleh orang kafir, dan tidak diterima. Begitu pula halnya semua amalan
yang mereka lakukan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Tidaklah
pantas bagi orang-orang musyrik itu untuk memakmurkan masjid-masjid Allah, sedang
mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia
pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam Neraka.” (At-Taubah: 17)
2. Berakal
Sehat; Maka
tidaklah wajib shalat itu bagi orang gila, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Ada tiga
golongan manusia yang telah diangkat pena darinya (tidak diberi beban syari’at)
yaitu; orang yang tidur sampai dia terjaga, anak kecil sampai dia baligh dan
orang yang gila sampai dia sembuh.” (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)
3. Baligh; Maka, tidaklah wajib shalat itu
bagi anak kecil sampai dia baligh, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
Akan tetapi anak kecil itu hendaknya dipe-rintahkan untuk melaksanakan shalat
sejak berumur tujuh tahun dan shalatnya itu sunnah baginya, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Perintahkanlah
anak-anak untuk melaksanakan shalat apabila telah berumur tujuh tahun, dan
apabila dia telah berumur sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau tidak
melaksanakannya.” (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)
4. Suci Dari
Hadats Kecil dan Hadats Besar; Hadats kecil ialah tidak dalam keadaan berwudhu dan
hadats besar adalah belum mandi dari junub. Dalilnya adalah firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu
sampai kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah.” (Al-Maidah: 6)
Sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Allah tidak
akan menerima shalat yang tanpa disertai bersuci”. (HR. Muslim)
5. Suci
Badan, Pakaian dan Tempat Untuk Shalat ; Adapun dalil tentang suci badan adalah sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam terhadap perempuan yang keluar darah
istihadhah:
“Basuhlah
darah yang ada pada badanmu kemudian laksanakanlah shalat.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Adapun dalil
tentang harusnya suci pakaian, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan
pakaianmu, maka hendaklah kamu sucikan.” (Al-Muddatstsir: 4)
Adapun dalil
tentang keharusan sucinya tempat shalat yaitu hadits Abu Hurairah radhiyallahu
anhu, ia berkata:
“Telah
berdiri seorang laki-laki dusun kemudian dia kencing di masjid Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam , sehingga orang-orang ramai berdiri untuk
memukulinya, maka bersabdalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam,
‘Biarkanlah dia dan tuangkanlah di tempat kencingnya itu satu timba air,
sesungguhnya kamu diutus dengan membawa kemudahan dan tidak diutus dengan
membawa kesulitan.” (HR. Al-Bukhari).
6. Masuk
Waktu Shalat ; Shalat
tidak wajib dilaksanakan terkecuali apabila sudah masuk waktunya, dan tidak sah
hukumnya shalat yang dilaksanakan sebelum masuk waktunya. Hal ini berdasarkan
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang diten-tukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.” (An-Nisa’: 103)
Maksudnya,
bahwa shalat itu mempunyai waktu tertentu. Dan malaikat Jibril pun pernah
turun, untuk mengajari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang waktu-waktu
shalat. Jibril mengimaminya di awal waktu dan di akhir waktu, kemu-dian ia
berkata kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Di antara keduanya itu
adalah waktu shalat.”
7. Menutup
aurat; Hal ini
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Wahai anak
Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raf:
31)
Yang
dimaksud dengan pakaian yang indah adalah yang menutup aurat. Para ulama
sepakat bahwa menutup aurat adalah merupakan syarat sahnya shalat, dan
barangsiapa shalat tanpa menutup aurat, sedangkan ia mampu untuk menutupinya,
maka shalatnya tidak sah.
8. Niat ; Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Sesungguhnya
segala amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang
akan men-dapatkan (balasan) sesuai dengan niatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
9. Menghadap
Kiblat ; Hal ini
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Sungguh
Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan
memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka palingkanlah mukamu ke arahnya.”
(Al-Baqarah: 144)
- See more
at:
http://www.insanislam.com/kajian/kajian-umum/syarat-sahnya-shalat.htm#sthash.wxa5qoXF.dpu
syarat-syarat
yang harus terpenuhi sebelum shalat (terkecuali niat, yaitu syarat yang ke
delapan, maka yang lebih utama dilaksanakan bersamaan dengan takbir) dan wajib
bagi orang yang shalat untuk memenuhi syarat-syarat itu. Apabila ada salah satu
syarat yang ditinggalkan, maka shalatnya batal.
Adapun
syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1. Islam; Maka tidak sah shalat yang
dilakukan oleh orang kafir, dan tidak diterima. Begitu pula halnya semua amalan
yang mereka lakukan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Tidaklah
pantas bagi orang-orang musyrik itu untuk memakmurkan masjid-masjid Allah,
sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang
sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam Neraka.” (At-Taubah: 17)
2. Berakal
Sehat; Maka
tidaklah wajib shalat itu bagi orang gila, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Ada tiga
golongan manusia yang telah diangkat pena darinya (tidak diberi beban syari’at)
yaitu; orang yang tidur sampai dia terjaga, anak kecil sampai dia baligh dan
orang yang gila sampai dia sembuh.” (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)
3. Baligh; Maka, tidaklah wajib shalat itu
bagi anak kecil sampai dia baligh, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
Akan tetapi anak kecil itu hendaknya dipe-rintahkan untuk melaksanakan shalat
sejak berumur tujuh tahun dan shalatnya itu sunnah baginya, sebagaimana sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Perintahkanlah
anak-anak untuk melaksanakan shalat apabila telah berumur tujuh tahun, dan apabila
dia telah berumur sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau tidak
melaksanakannya.” (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)
4. Suci Dari
Hadats Kecil dan Hadats Besar; Hadats kecil ialah tidak dalam keadaan berwudhu dan
hadats besar adalah belum mandi dari junub. Dalilnya adalah firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
“Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu
sampai kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah.” (Al-Maidah: 6)
Sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Allah tidak
akan menerima shalat yang tanpa disertai bersuci”. (HR. Muslim)
5. Suci
Badan, Pakaian dan Tempat Untuk Shalat ; Adapun dalil tentang suci badan adalah sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam terhadap perempuan yang keluar darah
istihadhah:
“Basuhlah
darah yang ada pada badanmu kemudian laksanakanlah shalat.” (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)
Adapun dalil
tentang harusnya suci pakaian, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Dan
pakaianmu, maka hendaklah kamu sucikan.” (Al-Muddatstsir: 4)
Adapun dalil
tentang keharusan sucinya tempat shalat yaitu hadits Abu Hurairah radhiyallahu
anhu, ia berkata:
“Telah
berdiri seorang laki-laki dusun kemudian dia kencing di masjid Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasallam , sehingga orang-orang ramai berdiri untuk
memukulinya, maka bersabdalah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam,
‘Biarkanlah dia dan tuangkanlah di tempat kencingnya itu satu timba air,
sesungguhnya kamu diutus dengan membawa kemudahan dan tidak diutus dengan
membawa kesulitan.” (HR. Al-Bukhari).
6. Masuk
Waktu Shalat ; Shalat
tidak wajib dilaksanakan terkecuali apabila sudah masuk waktunya, dan tidak sah
hukumnya shalat yang dilaksanakan sebelum masuk waktunya. Hal ini berdasarkan
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang diten-tukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.” (An-Nisa’: 103)
Maksudnya,
bahwa shalat itu mempunyai waktu tertentu. Dan malaikat Jibril pun pernah
turun, untuk mengajari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tentang waktu-waktu
shalat. Jibril mengimaminya di awal waktu dan di akhir waktu, kemu-dian ia
berkata kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam: “Di antara keduanya itu
adalah waktu shalat.”
7. Menutup
aurat; Hal ini
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Wahai anak
Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raf:
31)
Yang
dimaksud dengan pakaian yang indah adalah yang menutup aurat. Para ulama
sepakat bahwa menutup aurat adalah merupakan syarat sahnya shalat, dan
barangsiapa shalat tanpa menutup aurat, sedangkan ia mampu untuk menutupinya,
maka shalatnya tidak sah.
8. Niat ; Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam:
“Sesungguhnya
segala amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang
akan men-dapatkan (balasan) sesuai dengan niatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
9. Menghadap
Kiblat ; Hal ini
berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
“Sungguh
Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan
memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka palingkanlah mukamu ke arahnya.”
(Al-Baqarah: 144)
Dikutip dari :
http://davidmulyana.wordpress.com/2008/12/10/apa-itu-shalat/
http://blogerngeres.blogspot.com/2012/10/apa-itu-shalat-dan-bagaimana-awal.html
http://tausyah.wordpress.com/2010/07/18/sejarah-shalat-dan-dalil-dalilnya-dalam-quran-dan-injil/
http://ingatakupadamu.blogspot.com/2011/02/awal-mula-shalat-5-waktu.html
http://kmplnmakalah.blogspot.com/2012/11/rukun-sholat-dan-dalilnya_10.html
http://www.insanislam.com/kajian/kajian-umum/syarat-sahnya-shalat.htm
Shalat merujuk kepada
ritual ibadah pemeluk agama Islam. Menurut syariat Islam, praktik Shalat
harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Rasulullah SAW sebagai
figur pengejawantah perintah Allah. Rasulullah SAW bersabda, Shalatlah
kalian sesuai dengan apa yang kalian lihat aku mempraktikkannya.
Read more at: http://blogerngeres.blogspot.com/2012/10/apa-itu-shalat-dan-bagaimana-awal.html
Copyright Blogerngeres.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Read more at: http://blogerngeres.blogspot.com/2012/10/apa-itu-shalat-dan-bagaimana-awal.html
Copyright Blogerngeres.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Shalat merujuk kepada
ritual ibadah pemeluk agama Islam. Menurut syariat Islam, praktik Shalat
harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Rasulullah SAW sebagai
figur pengejawantah perintah Allah. Rasulullah SAW bersabda, Shalatlah
kalian sesuai dengan apa yang kalian lihat aku mempraktikkannya.
Read more at: http://blogerngeres.blogspot.com/2012/10/apa-itu-shalat-dan-bagaimana-awal.html
Copyright Blogerngeres.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Read more at: http://blogerngeres.blogspot.com/2012/10/apa-itu-shalat-dan-bagaimana-awal.html
Copyright Blogerngeres.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Shalat merujuk kepada
ritual ibadah pemeluk agama Islam. Menurut syariat Islam, praktik Shalat
harus sesuai dengan segala petunjuk tata cara Rasulullah SAW sebagai
figur pengejawantah perintah Allah. Rasulullah SAW bersabda, Shalatlah
kalian sesuai dengan apa yang kalian lihat aku mempraktikkannya.
Read more at: http://blogerngeres.blogspot.com/2012/10/apa-itu-shalat-dan-bagaimana-awal.html
Copyright Blogerngeres.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Read more at: http://blogerngeres.blogspot.com/2012/10/apa-itu-shalat-dan-bagaimana-awal.html
Copyright Blogerngeres.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
No comments:
Post a Comment